Saat ini mulai sering kita dapatkan, kasus-kasus kedokteran yang kadang membingungkan terhadap proses terjadinya penyakit. Malah ada beberapa kasus yang memang belum bisa dijelaskan secara medis. Salah satu kelainan yang banyak muncul saat ini adalah kasus autoimun, dimana diketahui mekanisme pertahanan tubuh yang seharusnya berfungsi untuk membunuh patogen asing tetapi justru menyerang tubuh sendiri.
Pada artikel ini kami akan membahas tentang salah satu kelainan autoimun dalam bidang neurologi. Dimulai dengan sebuah ilustrasi kasus; "Seorang laki-laki, 35th, datang dengan keluhan kesemutan pada kaki dan tangan, sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, kemudian menjadi kelemahan hingga tidak mampu berjalan. Kesemutan dan kelemahan tersebut dirasakan terutama pada bagian ujung kaki dan tangan serta seperti menjalar ke bagian atas. Didapatkan riwayat demam 1 minggu sebelum masuk rumah sakit". Begitu kira-kira contoh kasus yang dapat kita temukan dalam praktek sehari-hari, akan kita bahas kemudian dalam pembahasan dibawah seperti ini.
# Definisi GBS:
Suatu kondisi polineuropati yang akut dan progresif dengan kelemahan otot yang asenderen dan arefleksia, terjadi akibat proses autoimmune dengan respon inflamasi pada radiks dan saraf tepi ( poliradikulopati dan polineuropati ).Keadaan ini berlangsung sangat cepat dalam beberapa hari sampai beberapa minggu.
# Tipe-tipenya :
1. Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy (AIDP)
- Merupakan jenis kelainan tersering, hampir 95% dari kasus GBS
- Tidak diketahui antibodi penyebabnya
2. Tipe Varian GBS, hanya sekitar 5% kasus.
A.) Acute motor and sensory axonal neuropathy (AMSAN)
- Berhubungan dengan antibody GM1, GM1b, GD1a antiganglioside, dan sering terkait infeksi
Campylobacter jejuni.
B.) Acute motor axonal neuropathy (AMAN) - "Chinese paralytic illness"
- Berhubungan dengan antibodi GM1, GM1b, GD1a, GalNac-GD1a antiganglioside
- Memiliki prognosis yang buruk (kerena sering menyerang otot pernapasan)
C.) Miller Fisher syndrome (MFS)
- Antibodi GQ1b, GT1a
- Gejala klinis minimal ≥2, yaitu ophthalmoplegia, ataxia, dan/atau areflexia tanpa kelemahan
# Epidemiologi :
Sebuah jurnal neuroepidemiology pada tahun 2009, diseluruh dunia insidensi GBS mulai 1.1-1.8 per 100.000. Rata-rata onset usia terkena adalah 40 tahun, serta perbandingan laki-laki:perempuan= 1.3:1. Sedangkan untuk kasus MFS sangat jarang hanya 0.1 per 100.000.
# Etiologi :
Infeksi kemungkinan penybab terbesar, sekitar 2/3 pasien dengan GBS terdapat riwayat infeksi dan 30% merupakan infeksi Campylobacter jejuni.
# Patofisiologi :
Dimana kasus GBS merupakan suatu proses autoimun, yang melibatkan mekanisme humoral dan selular. Suatu infeksi C. Jejuni yang masuk dalam tubuh kemudian memiliki "MOLECULAR MIMICRY" antara karbohidrat epitope pada axolema dengan liposakarida bakteria. Kemudian limfosit menginfiltasi saraf serta makrofag terjadinya proses demienilisasi.
1. Fase progresif atau disebut sebagai fase nadir, terjadi 2-4 minggu. Gejala GBS sensorik dan motorik bertambah progresif, hingga bisa mengalami nyeri yang hebat. Fase ini tidak dapat diprediksi dan bisa menyerang otot pernapasan.
2. Fase plateau, gejala tidak mengalami pemberatan tetapi gejala yang sebelumnya dirasakan juga tetap ada, belum mengalami perbaikan. Durasi dari fase ini juga tidak dapat diprediksi, bisa terjadi dalam minggu atau bulan. Pada fase ini tetap diperlukan monitoring dari tekanan darah, respirasi dan status nutrisi dari pasien.
3. Fase Recovery, sistem imun sudah tidak lagi memproduksi antibodi yang menyerang tubuh dan gejala juga mengalami perbaikan. Proses recovery dari setiap orang berbeda-beda, hingga beberapa minggu dan bisa 3-6 bulan. Kemudian proses relaps juga dapat terjadi pada fase ini, tergantung juga kerusakan yang ditimbulkan, sesuai gambar dibawah.
# Diagnosa :
Penegakkan diagnosis GBS adalah secara klinik,
berbagai pemeriksaan penunjang lain (LP, Seroimunologi, Neurofisiologi) dapat
membantu dalam penegakan diagnosis.
Kriteria diagnosa klinik berdarkan Asbury
Pada pemeriksaan fisik mungkin akan didapatkan efek dari gejala autonom, berupa takikardia, hipertensi atau hipotensi, aritmia, sering berkeringat, atau gejala sesuai dengan parese nervus kranial serta kelemahan pada ekstremitas dan hiporeflek.
# Terapi
1. IV immunoglobulin (IVIG) dosis 2 g/kg diberikan selama 5 hari
- IVIG recommended in adults (AAN Level A), mainly for patients who require aids for
ambulation within 2 weeks (AAN Level A, Class I) or 4 weeks (AAN Level B, Class II) from
onset of symptoms.
- Sampai
saat ini mekanisme aksi immunoglobulin adalah : 1) blockade Fc-reseptor pada
monosit/makrofag dan neutrofil, 2) supresi produksi sitokin, serta 3) netralisasi sitokin.
Mekanisme aksi
lain yaitu penghambatan aktifitas komplemen, dan menekan fungsi sel T dan sel B.
2. Plasmaphareses
- plasma exchange recommended for patients with Guillain-Barre syndrome (GBS) severe enough to require mechanical ventilation or impair walking independently (AAN Level A, Class I) and should be considered for milder GBS (AAN Level B, Class I).
- plasma exchange associated with greater risk of side effects than IVIG
3. Kortikosteroid
- Not recommended for treatment of patients with Guillain-Barre syndrome
4. Manajemen Nyeri
- Gabapentin or carbamazepine may reduce pain in GBS (level 2 [mid-level] evidence)
- Gabapentin may be more effective than carbamazepine for pain (level 2 [mid-level] evidence)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar